Senin,18Mei

Seminggu Tak Cukup...

Kay hanya duduk terdiam sedari pagi. Batu besar yang terpahat rata oleh usia menjadi alas tubuh yang sedang lunglai itu. Kay tidak melakukan apa-apa, matanya memandang kearah sungai dengan tatapan kosong. Hatinya sedang gundah, menyesali apa yang telah terjadi beberapa minggu yang lalu. Hari semakin sore, matahari mulai meraba ke dasar lautan. Bulan semakin membulat dengan kerlip bintang yang bertaburan di langit, seakan langit malam itu tau dan ingin menghibur hati Kay yang sedang layu. Alam pun mendengar tangisan di hati Kay, dikirimnya angin yang mulai meraba Kay dan memeluknya di kegelapan. Tubuh kerempeng tak menghiraukan semua itu, dia terlalu larut dalam kesedihannya. Seandainya ia tau, alam pun ingin berbagi kebahagian dengannya, sehingga ia tak perlu menanggung kesedihan itu sendiri.

Kay selalu tebayang dengan sosok Vibee kekasihnya, lebih tepatnya mantan kekasihnya. Ia tak habis pikir, kebahagiaan hanya menghampirinya, hanya brtahan satu minggu saja. Satu minggu belum bisa dibilang seumur jagung karena terlalu singkatnya bagi pasangan yang baru dilanda badai cinta.
Hari semakin larut, Kay tak menghiraukan itu. Suara gemercik air terdengar jelas, jangkrik pun tak lelah yang sedari tadi menggesek-gesekkan sayapnya yang menimbulkan melodi yang berirama, katak pun mulai bernyanyi dengan nada yang berat, seakan membentuk kompilasi nada-nada yang merdu dari gabungan suara alam di malam itu. Wajah seorang perempuan muncul dalam bola mata Kay, yang tak pernah luput dari hatinya sejak mereka memutuskan untuk berpisah. Kehidupannya berubah setelah kejadian itu. Kay pun sampai pernah jatuh sakit setelah kejadian yang menyesalkan itu. Tapi kay selalu berkelit, “aku sakit bukan karena dia, karena memang sebelumnya aku sudah sakit”, katanya dalam hati. Padahal sakitnya menjadi setelah mereka memutuskan untuk berpisah.

Kurang lebih 24 hari yang lalu adalah hari pertama dia bertemu dengan Vibee, perempuan anak dari keluarga berada. Pertemuan yang menurutnya biasa saja, karena memang dia belum menemukan apa yang dicarinya selama ini dari seorang perempuan. Setelah pertemuan itu berakhir dan memang hari sudah beranjak larut, karena mereka berjalan-jalan mengitari area perbukitan dengan kedua temannya dan mereka hanyut dalam suasana yang mengasikkan, sehingga mereka lupa waktu. Setelah Kay sampai di rumah tuanya itu, masa yang menurutnya biasa itu berubah, saat Kay tidak memikirkan apa-apa, tiba-tiba senyuman perempuan yang beberapa tahun lebih muda darinya itu mengembang dalam otaknya. Sikap manja dan ketika Vibee merengek adalah hal yang membuat Kay merasa harus memikirkannya dan membuat senyum kay terbentuk dengan sendirinya. Semalaman itu Kay hanyut dalam senyum dan rengekan manja perempuan itu. Di dalam kamar yang temboknya sudah mulai rapuh termakan usia, catnya mengelupas dan beberapa bagian sudah retak dan berlubang di beberapa tempat itu menghabiskan malamnya dengan senyuman di hatinya, terkadang dia tertawa. Kalau sampai orang lain melihat kejadian itu, pasti akan panik karena menyangka Kay kesurupan ataupun sakit jiwa.

Pada malam Minggu Kay dan Vibee bertemu, mereka duduk dibawah sinar bulan. Bintang menari-nari dengan sinarnya, kelap-kelip bergantian di langit yang cerah. Hati kedua manusia yang mencoba menyatu. Seperti bintang yang indah itu, ku ingin kau menjadi bintang yang hanya ada di sini, kata Kay kepada Vibee sambil meletakkan tangannya di depan dadanya. Vibee berfikir sejenak, kemudian tersipu dalam senyumnya. Bulan dan bintang menjadi saksi bisu dalam terbentuknya benih cinta yang akan tumbuh subur dalam hati kedua anak manusia itu. Mereka hanyut dalam aliran senandung cinta yang mereka ciptakan malam itu. Bulan semakin terang bersinar, angin berhembus pelan, membawa harum semerbak bunga sedap malam. Vibee berada dipelukan Kay yang semakin erat memeluknya. Bersandar pada batang pohon jati, beralaskan rumput yang tumbuh liar tapi teratur, mereka menghabiskan malam pertama mereka dengan senyum yang mengembang. Membuat topik tentang kehidupan mereka, yang wajar tapi tetap mengasikkan.
*****
Pagi telah datang, mentari menebar senyum kepenjuru dunia. Kicau burung yang sedari tadi mengoceh, bermandikan embun bening di dedaunan. Hembusan angin membuat genangan embun yang berada di pucuk pohon menetes, sinar mentari yang terpantul oleh beningnya embun membuatnya tampak seperti permata yang jatuh dari tuannya dan hilang terserap oleh tanah. Kay yang masih bercinta dengan mimpi indahnya, enggan bangun menyapa pagi. Mimpi bertemu tuan putri, dengan suasana yang masih terbayang tadi malam, lembut, penuh dengan hangatnya cinta yang menyelimuti dari dinginnya malam.
Hari-hari yang terlewati bersama Bee, panggilan sayang terhadap perempuan manis yang menurutnya seperti boneka miliknya, hanya miliknya bukan milik orang lain. Rambutnya yang lurus dan harum membuat Kay senang membelai dan menciumnya. Terasa begitu cepat, satu minggu berlalu, ikatan cinta mereka semakin kencang. Tapi ikatan itu tak berlangsung lama, ketika Kay menjemput Bee di rumahnya dan kebetulan kakaknya berada di rumah, bee menyuruh Kay untuk meminta izin dan berpamitan. Kelihatan biasa saja, tapi tidak buat Kay. Kay yang dirinya belum siap menghadapi keluarga bee, karena dia ingin memperlihatkan yang terbaik dengan keramahtamahan dengan dandanan yang menarik tentunya, baik secara fisik ataupun tingkah laku. Tetapi hal itu tiada bisa diperlihatkan Kay karena dengan waktu yang tiba-tiba, yang membuatnya mati suri di depan kakaknya. Kay seperti pinokio yang sebelum diberi nyawa oleh peri dan membuatnya hidup, dia hanya membisu, mati kata, berucappun terasa berat dan kaku. Kay sedikit kurang suka dengan sikap kakaknya yang sedikit meremehkannya, tapi Kay bisa memakluminya.

Kay pergi dengan segala kegelisahan, suatu ketakutan yang bergelut dalam hatinya membuatnya benar-benar berada dipuncak kegelisahannya. Tetapi ketakutannya itu cepat sirna ketika melihat perempuan manis itu tersenyum. Kay memeluk dan mencium kening Bee yang tertup oleh rambut hitamnya. Kay selalu menggandeng erat tangan Bee seakan mereka akan berpisah keesokan harinya. Bulan dan bintang memang konsumsi mereka tiap kali mereka pergi berjalan-jalan, memang mereka hanya mempunyai waktu pada malam hari, karena pagi dan siangnya mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing. Rindu yang selalu menyelimuti hubungan mereka, membuat kedua anak manusia ini semakin lengket tak terpisahkan. Senyum, tawa dan canda gurau yang selalu terpancar dalam wajah Bee dan Kay. Bulan dan bintang menjadi teman setia mereka dikala sedang memadu kasih. Bukit yang indah, dengan kerlip bintang yang bertaburan di langit dan kerlip lampu rumahan yang menyala tidak karuan di kegelapan. Membuat mereka seakan di awang-awang, terbang dalam balut asmara. Malam yang semakin larut memaksa mereka harus mengakhiri ekspedisi cinta itu.

Saat kay tertidur di kasur rombengnya, kelihatan biasa karena Kay membuat alunan musik dengan nafasnya. Sangat nyenyak sekali, mungkin suasana yang romantis tadi masih terbawa dalam tidurnya. Keanehan mulai muncul ketika wajah Kay terlihat memucat, Kay kebingungan dalam bunga tidurnya, karena melihat perempuan yang dicintainya menangis dan berbisik ke dalam hatinya tentang hubungan mereka. Kay berusaha menggapai Bee tapi tidak bisa, karena tubuh mereka menjauh, semakin menjauh dan tiba-tiba Kay terbangun. Mentari sudah meninggi, harum wangi embun pun sudah tak tercium. Kicau burung juga sudah jarang terdengar. Kay belum bisa mengerti maksud dari mimpinya itu. Kekhawatiran timbul dalam lekukan-lekukan otak kecil Kay. Kay mencoba menghubungi Bee, tetapi tida ada jawaban. Kekhawatiran itu semakin menjadi-jadi.

Seharian itu Kay hanya bisa berharab tidak terjadi apa-apa terhadap perempuan yang dicintainya itu. Badan Kay pada saat itu sudah mulai demam, kerena beberapa hari ini ia kurang teratur dalam hal makan, padahal dirinya sudah sering jatuh sakit karena hal itu. Maag dan Tipus adalah penyakit favoritnya, sudah empat kali dia masuk Rumah Sakit dalam waktu empat bulan terakhir ini. Dokter yang menangani Kay sudah sering memperingatkannya, dan Kay hanya tersenyum dan mengangguk-angguk saja. Dokter memberitahukan kepada orang tua Kay, supaya Kay jangan terlalu banyak kegiatan, beban pikiran yang sering disandang Kay menyebabkan terganggunya system pencernaannya. Entah Kay yang terlalu lebay dalam memikirkan kegiatan-kegiatannya atau memang Kay terlalu banyak mengikuti kegiatan. Kay mengikuti Badan Ekskutif di Fakultasnya yang dalam waktu dekat ini akan mengadakan acara, Himpunan Mahasiswa Jurusan juga mengadakan suatu acara setelahnya. Sebelumnya, Kay mengikuti Open Recruitment yang di selenggarakan Badan Ekskutif tingkat Universitas yang akan mengadakan acara tentang Pemilu. Semua tenaga pikiran Kay telah terforsir dalam semua kegiatan-kegiatan itu. Belum ditambah tugas-tugas dari mata kuliah yang semakin hari-semakin menumpuk yang memaksa Kay bekerja ekstra keras dalam menyelesaikannya. Kay seperti berjalan dengan beban di tubuh dan otaknya, menyeretnya dengan puncak kejenuhan yang ada pada dirinya. Perlahan-lahan tapi tapi tak teratur. Virus-virus penyakit yang ada pada dirinya tak tinggal diam, mereka merasa diberi kesempatan untuk sekian kalinya menjajah tubuh kerempeng Kay itu.
Kay sudah merasa ada yang tidak beres pada tubuh kerempengnya itu, tapi Kay tidak menghiraukannya, pikirannya sudah terseret dalam kecemasan-kecemasan yang muncul dalam tiap lekukan otaknya yang membuat pikirannya melayang tinggi dan kemudian jatuh di atas tanah. Tubuhnya demam, pikirannya selalu terbawa dalam sebuah pikiran-pikiran negatif pada perempuan yang dicintainya, dia selalu terbayang dengan mimpi yang membuatnya terjatuh dalam lubang pesakitan yang lambat laun membuatnya terseret dalam suatu puncak kecemasan.

Hari itu sangat terasa seperti sutu abad bagi Kay, kabar yang selalu ditunggunya tak kunjung datang. Apa yang terjadi pada perempuan yang dicintainya itu? Beribu-ribu pertanyaan silih berganti menghinggapi otak yang tak seberapa itu. Tak ada satupun pikiran positif yang datang hinggap pada dirinya. Demam yang menggerogoti tubuhnya semakin menjadi. Hingga bulan mulai merenggut tahta sang mentari, dengan bintang yang setia bertebaran di sekelilingnya. Suara Handphone berbunyi, panggilan dari Bee yang telah ditunggunya akhirnya datang, memang sebelumnya Kay sebelumnya telah mengirimkan beberapa pesan tapi belum ada laporan terkirim. Ay… Bee nggak kenapa-napa kok. Bee Cuma mau menenangkan diri seharian ini, jadi Ay nggak usah khawatir, Bee nggak suka Ay sampai nggak ada semangat hidup seperti itu, kata seorang perempuan di seberang sebelum Kay berkata apa-apa. Ay adalah panggilan sayang dari Vibee untuk Kay. Kay hanya mengiyakan kata-kata belahan jiwanya itu, padahal Kay benar-benar merasa ada suatu beban yang sedang dipikul oleh Vibee. Tapi Kay tidak tahu apa beban yang telah dipikul oleh Vibee pada saat itu. Ay… Bee pengen ngomong sama Ay langsung, tapi setelah tugas-tugas Ay telah selesai, ada sesuatu hal yang sangat penting yang harus kita bicarakan, kata perempuan itu lagi. Kay berfikir sejenak, lalu berkata, besok pagi saja. Setelah beberapa percakapan berlangsung.. ya sudah, Bee istirahat gi.. nite.., lalu terputus. Pikiran Kay semakin tidak karuan, dia senang karena kabar yang ditunggu-tunggunya akhirnya datang juga, tapi disisi lain Kay khawatir dengan keadaan Bee yang dicintainya itu tidak ceria seperti biasanya dan suatu hal apakah yang akan dibicarakan oleh Bee?. Rasa keingintahuan yang terus menggeliat dalam pikirannya terus membayang-bayanginya semalaman. Bulan semakin memperlihatkan keindahanya, tapi tak berlangsung lama, karena mendung mulai mendekati dan menutupinya hampir diseluruh bagian bulatannya. Bintang yang sedari tadi dalam puncak kerlip-kerlipnyanya sekarang hanya tinggal sekerlip kunang-kunang yang telah kelelahan. Demam di badan Kay semakin menjadi, tapi tetap saja Kay tak bisa berbuat apa-apa, hanya obat dari Apotek yang telah dibelinya kemarin membuatnya sedikit berkurang rasa sakitnya.

Mentari pagi ini tidak menampakkan diri, awan hitam yang semalaman menyelimuti langit masih betah singgah. Kay yang biasanya malas menyambut pagi, kini telah berada di depan rumah. Ia berharap dalam hatinya, semoga hari ini mendung yang menyelimuti pagi tidak mendengar kegundahanku. Handphone Kay berdering, terlihat satu pesan diterima. Aku akan datang agak siang, pesan singkat dari Bee di seberang. Kay bisa maklum karena Bee memang agak susah untuk bangun pagi, karena suatu alasan.
Jam menunjukkan pukul 11.00, Kay mulai resah menunggu Kekasihnya itu. Tapi tak berselang lama seorang perempuan datang dan telah berada di depan pintu rumahnya. Mereka hanya melempar senyum, kemudia Kay mempersilakannya masuk. Mereka diam sejenak, berusaha saling merangkai kata untuk memecah kecanggungan diantara mereka, memang suasana yang berbeda sekali dari biasanya. Sebenarnya apa yang telah terjadi Bee??, Suara Kay yang sedikit berat memecah keheningan. Bee masih diam dalam kesunyian. Bee.. kata Kay lagi. Ay, Bee nggak tau harus mulai dari mana, tapi baiklah akan Bee katakan suatu hal yang membuat Bee terjatuh secara mental, yang Bee tidak tau apa yang harus Bee lakukan, ini adalah sebuah dilema buat Bee, kata perempuan itu lembut. Kay hanya diam menyerapi kata demi kata yang keluar dari mulut manis kekasihnya itu. Ay, kemarin Kakak Bee ngomong ke Bee, beliau tidak menyetujui hubungan kita ini. Beliau tau apa yang terbaik buat adiknya. Beliau yang akan memberikan yang terbaik buat aku, kata perempuan itu sambil menahan air mata yang sudah berada pada ujung matanya, tapi ia masih bisa menahannya. Ay, Bee pengen Ay memberikan keputusan untuk kelangsungan hubungan kita, karena Bee sudah berada pada puncak kebuntuan karena dilemma yang ia rasakan itu, kata perempuan itu lagi. Sebagai anak yang terlahir paling akhir, Bee memang dididik selalu patuh kepada kakak-kakaknya dan orang tuanya. Karena ia sadar, keluarga adalah segalanya. Apalagi saat ini ia merantau tinggal bersama kakaknya yang jauh dari orang tuanya. Jadi, posisi kakaknya sekarang adalah seperti orang tuanya.

Kay yang mendengar kabar itu langsung tersungkur secara mental, Kay susah untuk bangkit, karena pikirannya telah digerogoti dengan pikiran-pikiran negatif oleh penyakitnya. Bee, apa alasan kakak bee untuk tidak setuju dengan hubungan kita??, Tanya Kay pelan. Bee nggak tau, beliau cuma bilang beliau tau apa yang terbaik buat aku, jawab bee tidak kalah pelan. Bee.. Ay nggak mau pisah dari Bee, seminggu ini tak cukup untuk mengakhiri hubungan kita, bahkan sampai 90 tahun yang akan datang pun, bila kita masih diijinkan berada di dunia ini, tak akan cukup untuk membuat kita terpisah. Bee percaya kan?? Setiap hubungan pasti ada cobaan Bee, dan kita harus melaluinya, bukan lari dari masalah itu. Seandainya karena faktor ekonomi atau derajat dalam kehidupan ini, Ay nggak bisa terima, karena Ay tidak pernah meminta untuk terlahir dalam keluarga yang sederhana, keadaan Ay begini karena faktor keturunan. Ay yakin, roda kehidupan selalu berputar, nggak selamanya kita berada dibawah ataupun diatas. Walaupun Ay berada dikeluarga yang lebih, Ay pun akan bersikap yang sama saja seperti sekarang, karena sejak kecil Ay sudah dididik untuk hidup sederhana, kata Kay yang berusaha berkata-kata meyakinkan Bee. Ay, di keluarga Bee, nggak pernah membedakan derajat, kita hidup di dunia ini dengan derajat yang sama, kata perempuan itu. Kay diam sejenak, pikirannya kocar-kacir tidak bisa berfikir jernih, ketakutan yang selama ini dirasakannya akhirnya terjadi juga. Iya maaf, tapi Ay tidak bisa membuat keputusan kalau masalahnya tidak jelas alasannya seperti ini. Tapi ay akan berbuat apapun, menanggung resiko apapun, dan akan memikul beban yang dirasakan Bee saat ini, jadi Bee nggak usah merasa sendiri dalam masalah ini. Bee, Ay sayang banget sama Bee, Bee sayang kan sama Ay??, Tanya Kay. Bee hanya menggelengkan kepala tanda ketidak tauan jawaban dari pertanyaan Kay. Ay, Bee juga nggak mau berpisah dengan Ay, tapi Bee juga tidak berani melanjutkan hubungan ini, karena Bee tak akan tenang menjalaninya, kata perempuan itu lirih. Tapi Bee, jika kita mau berusaha pasti kita bisa, merubah pikiran kakak Bee, karena Kakak Bee juga manusia, punya perasaan dan hati, kata Kay meyakinkan. Bee hanya menggeleng lagi.
Suasana menjadi sunyi, mereka berdua hanya duduk membatu, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Kay benar-benar menemui jalan buntu, pikiran Kay tidak bisa berfikir jernih, ditambah dengan kepesimisan kekasihnya. Sejam telah berlalu..

Bee.. suara berat Kay memecah keheningan yang telah lama terbentuk. Baiklah, jika perpisahan kita adalah jalan yang terbaik, walaupun Ay belum bisa menerima secara utuh keputusan ini, dengan terpaksa kita harus berpisah. Perempuan itu masih saja menjawab dengan gelengan kepela. Di peluknya kekasihnya itu. Bee, Ay sayang banget sama Bee, kata kay lirih. Bee, juga sayang Ay, kata perempuan itu tak kalah lirih. Dan perempuan itu beranjak pergi, semakin menjauh dan menghilang di ujung jalan.

Kay berjalan menuju sungai di atas bukit, di atas batu besar yang rata karena usia itu dia merenungkan kesalahannya.

0 komentar: